A big fan of open source and Ubuntu. Founder at joomlabuff
DPMPTSP Kabupaten Sintang kembali melaksanakan kegiatan pelayanan informasi, bimbingan teknis, dan pelayanan izin secara langsung di kecamatan. Kali ini lokasi yang menjadi tujuan adalah Kecamatan Sepauk pada hari Rabu, 11 Mei 2022.
DPMPTSP Kabupaten sintang mengadakan Kegiatan Asistensi untuk para pelaku usaha dalam kelengkapan Perizinan Berusaha dan Pengisian Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).
Jumlah perkebunan sawit di kabupaten Sintang mencapai luas 195.779,74 ha (BPS Kabupaten Sintang, 2022). Konsekuensi dari luas lahan kelapa sawit adalah makin meningkatnya produk samping tanaman dan hasil ikut pengolahan buah kelapa sawit yang sedikit banyak akan menimbulkan problem baru dan perlu diantisipasi. Salah satu cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakan ternak.
Sementara populasi sapi cenderung lambat sebagai akibat dari rendahnya produksi dan reproduksi sapi lokal. Untuk mencapai hasil yang diharapkan, yaitu produksi yang tinggi, maka perbaikan mutu genetic sapi harus diimbangi dengan penyediaan dan pola pemberian makan yang memenuhi kebutuhan ternak, pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit bungkil inti sawit, lumpur sawit dan hasil ikutan kebun seperti daun dan pelepah sawit sebagai pakan ternak diharapkan banyak memberikan nilai tambah baik secara langsung mau pun tidak langsung. (Jalaludin et al, 1991).
Setiap hektar kebun sawit dapat menghasilkan sebanyak 486 Ton pelepah kering dan 17.1 ton daun sawit kering pertahun (Sianipar et al, 2003). Dengan pemberian insentif (30-40% hijauan), maka kebutuhan BK(Bahan Kering) untuk sapi dengan bobot hidup sekitar 300 kg, maka daya tamping limbah pelepah sawit ± 450 ekor sapi/ha/tahun dan limbah daun sawit sekitar 17 ekor/ha/tahun.
Merupakan hasil ikutan pengolahan minyak sawit. Pada proses pengolahan diperoleh rendaman sebanyak 4-6% lumpur sawit dan 45% bungkil inti sawit tandan buah segar. Untuk setiap hektar kebun kelapa sawit, maka akan diperoleh lumpur sawit sebanyak 840-1260 kg dan 567 kg bungkil inti sawit per hari (Horne et al,. 1994). Bila dikonversikan dengan kebutuhan ternak(20-70% dalam ransum), maka daya dukung satu pabrik (PKS) dapat memenuhi ± 1500 ekor Sapi/tahun.
Ikutan pengolahan kelapa sawit mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Apabila produk samping ikutan kelapa sawit diberikan dalam bentuk tunggal, dapat dipastikan ternak mengalami kekurangan nutrient, baik untuk kebutuhan hidup pokok maupun produksi, oleh karena itu hanya diperuntukkan sebagai bahan pakan dasar ransum ternak ruminansia.
Kandungan nutrient yang terdapat dalam produk samping tanaman dan pengelolaan kelapa sawit yang telah dilaporkan oleh peniliti di Malaysia (Jalaludin, 1991) dan Indonesia (Aritonang, 1984; Mathius, 2004) seperti yang disajikan pada Tabel 1.
No. | Produk samping/ Olahan | Segar (kg) | Bahan kering (%) | Bahan Kering (Kg) |
1. | Daun tanpa lidi | 1.430 | 46,18 | 658 |
2. | Pelepah | 20.000 | 26,07 | 5.214 |
3. | Tanda kosong | 3.680 | 92,1 | 3.386 |
4. | Serat perasan | 2.880 | 93,11 | 2.681 |
5. | Lumpur Sawit (Solid) | 4.704 | 24,07 | 1.132 |
6. | Bungkil Kelapa Sawit | 560 | 91,83 | 514 |
Total | 13.585 |
Keterangan : Asumsi, 1 ha, 130 Pokok pohon, 1 pohon dapat menyediakan sejumlah 22 pelepah per tahun, 1 pelepah = bobot 7kg, bobot daun per pelepah = 0,5 kg, tandan kosong 23 % dari TBS, Produksi minyak sawit 4 ton/ha/tahun (Liwang, 2003), 1000 kg TBS menghasilkan = 250 kg minyak sawit, 294 lumpur sawit, 180 kg serat perasan dan 35 kg bungkil kelapa sawit (Jalalaludin, 1991).
Sumber : Mathus (2004).
Tabel 2. Komposisi nutrient produk samping tananaman dan pengelolaan buah kelapa sawit
Bahan/Produk | BK | Abu | PK | SK | L | BETN | Ca | P | Ge |
Samping | %BK | (Kal/g) | |||||||
Daun Tanpa Lidi (5) | 46,18 | 13,4 | 14,12 | 21,52 | 4,37 | 46,59 | 0,84 | 0,17 | 4461 |
Pelepah (4) | 26,07 | 5,1 | 3,07 | 50,94 | 1,07 | 39,82 | 0,96 | 0,08 | 4841 |
Solid (4) | 24,08 | 1,4 | 14,58 | 35,88 | 14,78 | 16,36 | 1,08 | 0,25 | 4082 |
Bungkil (2) | 91,83 | 4,14 | 16,33 | 36,68 | 6,49 | 28,19 | 0,56 | 0,84 | 5178 |
Serat perasan (5) | 93,11 | 5,9 | 6,2 | 48,1 | 3,22 | - | - | - | 4684 |
Tandan kosong (3) | 92,1 | 7,89 | 3,7 | 47,93 | 4,7 | - | 0,24 | 0,04 | 3367 |
Keterangan: Angka dalam kurung = Jumlah contoh
Sumber: Mathus, (2004)
Kandungan nutrien produk samping tanaman (pelepah dan daun) kelapa sawit cukup rendah. Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan tingginya serat kasar, namun mengandung karbohidrat dalam bentuk gula mudah larut (soluble sugars) yang cukup 22% (Ishida dan Hasan, 1997). Winugroho dan Maryati (1999) melaporkan kecernaan invitro daun sawit kurang dari 50% (kualitas biologis medium). Selanjutnya disarankan pemberian daun sawit kepada ternak jangan melebihi 20% dari ransum. Penggunaan daun sawit lebih dari 20% sebaiknya diberi pretreatment lebih dahulu. Penggunaan daun sawit dibatasi oleh tingginya kadar lignin, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk meningkatkan daya cernanya melalui perlakuan fisik, senyawa kimia, biologis atau kombinasinya.
Hasan (1995) mengatakan bahwa pemberian daun sawit dan pelepah sawit dalam bentuk segar atau silase, tidak memberikan hasil yang berbeda dibanding hijauan sebagai ransum basal. Secara umum kandungan nutrisi yang terdapat dalam produk samping kelapa sawit setara dengan produk samping tanaman pangan dan pakan hijauan yang terdapat didaerah tropika. Lumpur/solid dan bungkil inti sawit mengandung, sumber energi, mineral dan protein kasar yang berpotensi untuk dapat dijadikan bahan ransum berkualitas. Mathius (2004) menunjukan bahwa bagian dalam (daging) pelapah kelapa sawit segar yang telah dicacah bentuk kubus (1-2 cm2) lebih disarankan dapat dipergunakan sebagai pakan hijauan. Maka adaptasi ternak sapi untuk dapat mengkonsumsi daging pelepah sawit mencapai 3-4 bulan. Lamanya fase adaptasi sangat bergantung kebada beberapa factor, antara lain asal usul ternak, ukuran dan bentuk cacahan, adanya pakan imbuhan yang dapat merangsang nafsu makan dan keterampilan pemilik. Batubara (1995) melaporkan lumpur sawit kandungan proteinnya 14% daya cerna bahan kering 65% dan DE 3,0 Mcal/kg. penggunaan lumpur sawit dalam ransum ternak dibatasi oleh tingginya kadar abudan tembaga (Cu: 20-50 ppm), untuk sapi 66% (wong dan Zahari, 1992) Sutardi (1997), melaporkan kandungan protein kasar lumpur sawit setara dengan dedak padi, tetapi kandungan ME-nya lebih tinggi (2.65 vs 2.10 Mcal/kg) dan kecernaan in-vintro 42,2%, Lumpur sawit lebih unggul dari dedak padi, sehingga dalam penelitian 30% dedak padi dalam ransum sapi dapat digantikan oleh lumpur sawit.
Dalam rangka meningkatkan nilai nutrien produk samping pertanian dan hasil ikutan pengolahan hasil pertanian agar dapat berdaya guna tinggi pada ternak yaitu dengan (1) perlakuan fisik (cacah, giling, temperature dan tekanan) (2) secara kimia dengan asam dan basa (NaOH, HCL, Urea) (3) secara enzimatis dan biologis dengan mempergunakan mikroorganisme dan (4) kombinasi ketiga metode diatas.
Pemanfaatan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum komplit (100%) ataupun sebagai campuran pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan. Wong dan Zahari (1992) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi. Tetapi Jelan (1991) melaporkan bungkil inti sawit dapat diberikan sampai 85% dalam ransum sapi, tanpa menunjukan pengaruh negatif dengan pertambahan bobot hidup sebesar 650 – 750/h/ekor. Simanuhuruk (1995) melaporkan penggunaan lumpur sawit sebanyak 15% dan 30% dalam konsentrat
Kepala DPMPTSP Kabupaten Sintang menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Perizinan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk Perangkat Desa dan Kelurahan di Aula Kantor Camat Sintang.
Sekretaris DPMPTSP Kabupaten Sintang Ernawati, S.Pd, MM mengikuti Rapat Teknis Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Sintang tentang Penyusunan Daftar Informasi Publik Yang Dikecualikan yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Infornatika Kabupaten Sintang di Balai Ruai.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Sintang Ir. Erwin Simanjuntak, M.Si bersama Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Layanan melaksanakan kunjungan ke DPMPTSP Kabupaten Kubu Raya dalam rangka berdiskusi dan berkoordinasi terkait dengan pendelegasian kewenangan perizinan, Izin Persetujuan Lingkungan dan pembangunan Mal Pelayanan Publik (MPP).